STALKER (Chapter 1)

Fanfict ini adalah remake dari fanfiction dengan judul sama yang dipublikasikan di blog keroyokan yang terdahulu.  Karena bahasa penulisan saya yang dulu kacau sekali, akhirnya di-remake ulang.  Di sini nanti akan ada banyak  tokoh-tokoh yang berganti nama, dan satu character fiktif yang diganti juga.  Semoga siapa pun yang mampir dan membaca ini sedikit terhibur.

Aya Baca lebih lanjut

The Last Scream

Credit: SCREAM

Inspired by SCREAM Movie, Detective Conan & Abraham Lincoln: Vampire Hunter

Notes: Wah, gomennasai nih kalo endingnya gaje bener.  Maklum saya nulisnya ketika keadaan saya sedang jadi zombie (baca: kurang tidur), tapi ide mbrudul.. hehehe~ nah sekian Scream Series ini.  Selamat membaca.

Sungmin yang pagi itu mendapat kabar Aya sudah sadar dari ibu tirinya segera saja menuju rumah sakit.  Pikirannya hanya tertuju pada gadis itu.  Ia sedang dilanda rasa cemas.  Bahkan ia bingung bagaimana ia nanti bertemu Aya setelah gadis itu tahu siapa dirinya yang sebenarnya.

“Aya,” Sungmin menerobos masuk ke dalam kamar rawat Aya.

“Ah, Sungmin.  Kemarilah!” Ibu tirinya memanggil.

Sungmin mendekati mereka.  Dan mendapati Aya berbaring dengan mata sayu yang menatap lurus ke langit-langit.  Sungmin sedikit heran melihatnya.  Wanita yang berada di samping gadis itu menggenggam tangannya penuh sayang.

“Sayang, lihatlah.  Kakakmu datang.  Dia menghawatirkanmu sejak kemarin.” Bisiknya.

Aya menggerakkan kepalanya menatap Sungmin. Ia tetap memasang wajah datar yang masih pucat.  Tangan gadis itu terangkat ke arah Sungmin.  Cepat-cepat Sungmin meraihnya dan menggenggam tangan itu.

“Daijoubu?” tanya Sungmin dengan bahasa Jepang yang diketahuinya.

Gadis itu mengeratkan genggaman tangannya pada Sungmin.  “Iie.” Jawabnya lirih.  Ia kemudian melepaskan tangannya pada Sungmin dan memejamkan matanya. Sekarang ini bukanlah saatnya.  Sungmin yang melihat Aya seperti itu merasa bahwa ia harus bertindak.

*SCREAM*

Ririn yang baru saja pulang sekolah sedikit kaget saat mendapati Choi Siwon berdiri di depan rumahnya.  Mau apa lagi pria itu?  Ia memang sudah pernah melihat sisi lain Choi Siwon, tapi untuk memiliki hubungan yang lebih untuk Siwon ia rasanya masih ragu.

“Ada apa?” tanya gadis itu tanpa basa-basi.

Siwon yang sedari tadi berdiri sambil bersandar di mobilnya menegakkan tubuhnya dan menghadap Ririn.  “Kau sudah tahu Aya sudah bangun?”

Ririn mengangguk.  “Aku sudah menjenguknya bersama Donghae dan Eunhyuk.”

Mendengar itu Siwon mengepalkan tangannya.  Tapi, untuk kali ini ia ingin menguasai diri.  “Begitu?”

Ririn menatap heran pria itu.  Entah mengapa ia merasa Siwon seperti ingin mengatakan sesuatu padanya. “Um… ada apa sebenarnya?”

“Tidak.” Siwon menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis.  “Hanya saja aku ingin tahu siapa sebenarnya mereka bagimu?”

Ririn terdiam.  Ia menatap Siwon heran.  Biasanya ia akan menjawab ketus setiap pertanyaan itu.  Tapi anehnya, hari ini keduanya tengah mengibarkan bendera putih.  Ririn tersenyum ke arah Siwon.

“Dulu aku memiliki banyak teman.  Tapi karena semua berpencar dan menjauh aku hanya memiliki Seoyoung.” Ujarnya dengan suara lirih, namun terdengar jelas bagi Siwon.  “Setelah Seoyoung tak ada, aku bingung.  Dan saat itulah mereka berdua datang untuk menghiburku. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan jika tanpa mereka.”

Siwon terdiam dan terus mendengarkan Ririn bercerita.  Bahkan ia melihat jelas air mata Ririn yang menetes.  Siwon ingin sekali memeluk gadis itu, tapi ia memilih menunggu gadis itu selesai bererita.

“Mereka awalnya hanya memintaku untuk mengajari mereka pelajaran yang mereka tak pahami.  Tapi, setelahnya mereka tetap ada bersamaku.  Menemaniku nonton saat ada film bagus, bermain di kamarku saat aku meminta, menghiburku saat aku menangis.  Bagiku mereka adalah sahabatku yang paling berharga, walaupun Seoyoung dan yang lainnya tak tergantikan.  Tapi, aku menyayangi mereka seperti itu.”

Siwon tersenyum.  “Terima kasih sudah mau berbagi denganku.”

Ririn menghampus air matanya dengan punggung tangannya.  Ia mendongak dan menatap pria itu.  Ia tersenyum lega.  “Terima kasih juga karena kau sudah mau mendengarku.”

Siwon tersenyum lega melihat senyum Ririn saat ini.  Entah apa yang terjadi padanya hingga ia merasakan seperti kembang api meledak di kepala saking senangnya.

“Oh ya, ngomong-ngomong ada apa kau menanyakan ini?”

Siwon tersenyum lembut.  “Saat ini, dalam hatiku aku ingin sekali menjadi orang yang melindungimu.”

Siwon lagi-lagi tersenyum penuh arti ke arahnya.  Ririn yang menyadari ada suatu hal yang tak beres mundur selangkah dengan waspada.  Sampai Siwon mengulurkan sesuatu yang di apit ibu jari dan jari telunjuknya pada Ririn.  Sebuah cincin polos emas yang mengkilat.

“Jadilah istriku!”

Hening.

Ririn mencoba mencerna kata-kata Siwon tadi.  “Heh?”

Dan dia terkejut.

*SCREAM*

“Bagaimana?” Donghae bertanya pada Eunhyuk akan stelan jas hitamnya sambil bercermin.

“Bagus.” Balas Eunhyuk.  Ia sendiri tengah memasangkan dasi kupu-kupu berwarna merah pada kerah kemejanya.  “Sepertinya warna merah tidak cocok untukku.” Komentarnya saat melihat bayangannya sendiri di cermin.

Donghae menyeringai lalu melemparkan dasi biasa berwarna hitam ke arahnya. Eunhyuk menangkapnya dan memasangkannya sendiri.  Ia lalu mengambil topeng serigala untuk melengkapi kostumnya.

“Cukup keren untuk besok malam.”

Donghae memasang topinya dan menyeringai puas.

“Masa hanya begitu saja.” Protes Eunhyuk.

Donghae menggeleng.  “Aku akan memakai perban besok.”

“Hah? Mumi?”

“Bukan.  Invisible Man.” Jawab Donghae.  Ia terinspirasi dari Detective Conan Series saat Heiji Hatori yang menyamar sebagai Sinichi Kudo menghadiri undangan pesta kapal hantu bersama Ibu Sinichi.

“Oh.  Sudah kau siapkan untuk Ririn?”

“Yup.” Jawab Donghae bersemangat sambil menunjuk gaun berwarna putih longgar panjang dan sebuah rambut palsu panjang.

“Apa itu?”

“Entahlah, anggap saja ia akan berperan sebagai Yuuki Onna atau entahlah apa namanya.  Jika sesuatu hal terjadi ia akan dengan mudahnya terlepas.”

“Ide yang bagus.” Eunhyuk memasukan pakaian dan rambut palsu itu.  “Setidaknya inilah yang terbaik yang bisa kita lakukan.”

“Hn.” Donghae mengangguk mantap.

*SCREAM*

Ririn dan melihat Siwon melaju dengan mobilnya.  Ia menghembuskan nafas lega.  Jujur ia bingung sekali dengan pernyataan, atau sebenarnya itu adalah perintah untuknya.  Ia membuka tasnya dengan bosan dan mengaduk-ngaduk isi tasnya untuk mencari kunci.  Setelah menemukannya ia membuka pintu dan baru saja ia akan menutupnya tiba-tiba sebuah benda tajam menancap pada pintu yang terbuat dari kayu.

Ririn termundur seketika.  Kunci yang digenggamnya terjatuh dengan bunyi gemerincing.  Ia menatap ngeri pada si pemilik tangan yang baru saja seakan membelah pintu dengan pisaunya yang tajam.

“Tidak!” jerit Ririn.

Orang dengan jubah hitam dan topeng ghost face itu masuk dan mengayunkan pisau lagi ke arahnya.  Ririn menjerit sambil melompat ke kiri untuk menghindar.  Dengan pandangan ngeri ia berlari sekencang-kencangnya.  Yang perlu ia lakukan sekarang adalah terus berlari.

“Kau tak akan bisa lari dariku!” suara berat itu menggema.

“Tidaaak!” jerit Ririn.  “Pergi!”

“Hahahaha~” orang itu tertawa keras melihat Ririn terpojok.  “Tak ada yang bisa melindungimu lagi.”  Ia mengangkat pisaunya tinggi-tinggi.  Ririn memejamkan matanya sambil terus memanjatkan doa dalam hati.

JLEB!

Entahlah apa yang terjadi, Ririn sama sekali tak merasakan benda tajam menusuknya.  Bahkan ia merasakan hal yang sebaliknya.  Sesuatu yang keras menabraknya dan mendekapnya dengan hangat.

“Apa?” suara itu memekik gusar.  Orang dengan topeng ghost face itu mendecih dan pergi.

Ririn yang menyadari seseorang yang mendekapnya itu terluka menjerit panik  “Choi Siwon!”

“Aku senang bisa melindungimu.” Bisik pria itu.  Tiba-tiba tangan Siwon terangkat dan membelai pipi Ririn yang sudah basah dengan air mata.  “Kau menangis?”

“Bodoh!” bentak Ririn berusaha tenang.  “Jangan tanyakan hal bodoh seperti itu di saat seperti ini!”

Siwon tersenyum lembut dan ambruk.

“Siwon!  Aku belum menjawab perintahmu!”

Hening.

“Choi Siwon!  Bangun!” Ririn menjerit histeris.

*SCREAM*

Yunho dan Jungsoo yang tengah berpikir di depan ruang rawat Siwon hanya berdiri bersisian.  Sesekali keduanya menghela nafas lelah dan menggeleng.  Orang yang dicurigai tersangka utama oleh mereka alibinya diragukan.  Sungmin.  Melihat gerak-gerik pria itu, Jungsoo langsung tahu bahwa ia tidak begitu suka ditanya-tanyai.  Jungsoo tak perduli Sungmin adalah putra dari kepala kepolisian, tapi jika pria itu membahayakan adiknya ia tak kan tinggal diam.

“Jungsoo-ssi,” suara panggilan itu membuat kedua polisi itu menoleh.

“Sungmin-ssi?”

Sungmin berhenti di depan kedua pria itu dengan nafas terengah-engah.  “Kalian melihat Aya?  Dia tak ada di kamarnya.”

“Apa?” bahu Jungsoo menegang dan perasaan tak enak menyelimutinya.

*SCREAM*

“Sudahlah Ririn, kami yakin Siwon-ssi adalah orang yang kuat.” Hibur Donghae ketika melihat wajah murung Ririn.

“Tapi…”

Eunhyuk menepuk pundaknya dan tersenyum menenangkan.  “Dia akan baik-baik saja.  Percayalah pada kami.”

Ririn balas tersenyum.  “Terima kasih.  Kalian selalu membuatku lebih baik.”

“Yup, itulah gunanya teman.  Sekarang saatnya kau mengganti pakaianmu.” Donghae menyodorkan sebuah pakaian putih panjang dan rambut palsu.  “Ayo kita bersenang-senang.”

“Eh?” Ririn sedikit terkejut saat Eunhyuk muncul di depannya dengan topeng serigala.

“Pesta ulang tahun Suzy.” Eunhyuk mengingatkannya.

“Di saat seperti ini?”

Donghae angkat bahu.  “Bersenang-senanglah.  Setidaknya kita menghargainya.”

“Tapiii… aku belum membeli hadiah.”

“Tenang saja.” Eunhyuk mengangkat tas kertas cokelat bermotif strawberry padanya.  “Kami sudah membelikan hadiahnya juga.”

“Waaah…” Ririn menatap keduanya kagum.  “Baiklah.  Kita bersenang-senang.”

“Yosh!  Itu baru Ririn kami.”

Donghae tersenyum dan memakaikan Ririn pakaian panjang berwarna putih itu.  Tanpa harus melepaskan t-shirt putih yang dilapisi kemeja merah kotak-kotak dan celana jeans-nya.  Dan itu membuat Ririn terheran-heran.

“Eh, bukankah lebih baik aku mengganti pakaianku?”

“Tidak perlu. Begini lebih baik.” Jawab Donghae sambil memakaikan gadis itu rambut palsu yang panjangnya sampai lututnya.

“Untuk berjaga-jaga.  Jika terjadi sesuatu kau hanya tinggal melepaskan keduanya.” Balas Donghae, sekarang pemuda itu sibuk melilitkan perban ke wajahnya dengan bantuan Eunhyuk.

Ririn menatap keduanya lalu mengangguk mantap.  Entah dorongan dari mana ia mengambil sebuah cincin dari dalam tasnya dan menyematkannya di jari manisnya.  Ia lalu menatap cincin itu dan berkata pelan,  “Choi Siwon, doakan aku.”

*SCREAM*

Siwon terbangun tiba-tiba.  Ia menatap sekelilingnya sambil memegangi bahunya yang terkena luka tusukan.  Ia pun turun dari ranjang rumah sakit dan mengumpat pelan.  Ia harus melindungi Ririn.  Karena ia yakin Ririn sedang dalam bahaya.  Tapi, seseorang yang berdiri di samping tempatnya berbaring menatapnya datar.

“Choi Siwon-ssi,” panggil pria itu.

Siwon menyipitkan matanya dan berusaha memproses ingatan dalam kepalanya.  “Sungmin-ssi?” ia sedikit terkejut mendapati pria itu di sini.

Sungmin mengangguk dan berkata, “Bisa kita bicara?”

*SCREAM*

“Suara apa itu?” pria paruh baya itu terkejut saat ia pulang mendapati rumah dalam keadaan kosong.  Ia tahu dengan jelas istrinya baru saja berangkat ke rumah sakit untuk menjenguk Aya dan membawakan bubur untuk gadis itu.

Suara itu terdengar semakin jelas dari dalam gudang.  Melihat lampu ruangan yang menyala itu, ia meraih pistol yang selalu dibawanya di dalam saku.  Dengan sikap waspada ia mengendap-ngendap mendekati ruangan itu.  Ia menghitung dalam hati sampai hitungan ketiga dia menendang pintu dan mengarahkan senjatanya ke dalam ruangan yang beradu dengan benda keras.

TAK!

“Aya!” serunya.  Ia sangat terkejut melihat gadis itu menggenggam katana memanjang seakan melindungi tubuhnya.  “Apa yang kau lakukan?”

Nafas gadis itu yang terengah menunjukkan bahwa ia belum sembuh benar.  Keringat dingin menetes di pelipisnya.  Ia menurunkan katana dan mengibaskan debu yang menempel pada jaket blue jeans-nya.  Ia menatap tajam ayah tirinya itu.

“Sebetulnya apa tujuanmu dan anak tirimu itu?” tanyanya dingin.

“Tidak bisakah kau bersikap sopan pada ayahmu?”

“Cih.” Aya menatapnya dengan sengit.  “Kau hanya ayah tiriku.”

“Kau ingin pergi?”

“Itu bukan urusanmu.” Aya melewatinya sambil membawa katana itu di tangan kirinya.  Tuan Lee tahu kebiasaan anak tirinya yang selalu membawa sesuatu dengan tangan kiri.  Seakan-akan tangan kiri gadis itu lebih kuat daripada tangan kanan.

“Aya,”

Aya menoleh dan sesuatu melayang ke arahnya.  Dengan sigap ia menangkap benda yang baru saja dilemparkan ayah tirinya itu.  Ia menatap Tuan Lee dengan pandangan bertanya, tapi Tuan Lee memandangnya seakan-akan memerintahkannya untuk membuka jam saku yang baru ia lempar itu.  Dan saat itu mata Aya membelalak lebar.

“Aku memerlukan waktumu sebentar saja.  Setelahnya kau baru boleh pergi.”

Aya menatap pria paruh baya itu sejenak.  Gurat-gurat penuaan pada wajahnya mulai terlihat jelas betapa ia lelah menghadapi dunia.  Aya berpikir sejenak dan melangkah ke meja makan.  Menaruh katana-nya di atas meja dan duduk sambil menautkan kedua jarinya di depan dagu.

“Baiklah.  Ayo kita mulai.”

*SCREAM*

“Sudah pukul sepuluh ya?” Donghae melirik jam tangannya.  Lagu yang awalnya dipakai untuk berdansa telah berganti. Eunhyuk dan Donghae bersorak bersama beberapa orang yang memakai kostum Frankenstain dan Vampire.

“Kau mau ikut?” tanya Donghae.

“Tidak.” Balas Ririn langsung.  Jujur, ia tidak terlalu suka menari.

“Baiklah.  Kau tunggu di sini!” perintah Eunhyuk.

Ririn bergumam tak jelas dan menatap orang-orang dengan berbagai kostum hantu dari berbagai negara menyoraki Eunhyuk dan Donghae.  Suasana mulai berubah menjadi panas.  Ririn diam-diam menyelinap keluar dan berlari ke arah taman rumah Suzy.  Suzy yang anak yang di manja, rumahnya saja sebesar itu.  Jadi tak masalah jika ia ingin berbuat aneh-aneh selama ulang tahunnya.

Mendapati sebuah ayunan, Ririn berseru senang.  Ia melepaskan kostum dan rambut palsunya, menyimpannya ke dalam tasnya dan mulai mengayunkan dirinya di situ.  Yah, walaupun dia sudah SMA ia tak akan melewatkan sedikitpun ayunan kosong itu.  Ayunan selalu mengingatkannya pada Ibunya.

Selama lima belas menit gadis itu terus berayun sambil menikmati angin.  Sampai tiba-tiba ia terperanjat mendengar suara geresak tak wajar.

“Senang mendapatimu di sini, Park Ririn!” suara berat itu membuat Ririn berdiri tegak dan membalikkan tubuhnya dengan waspada.

Seseorang dengan topeng Ghost face memanggul sebuah kapak di bahunya.  Ririn termundur ketakutan.  Ia sekarang menyesali dirinya yang telah keluar diam-diam dari pesta, dan sekarang pembunuh gila yang mengincarnya berada dihadapannya dan siap menebas kepalanya kapan saja.

“Aku sudah bosan membuang-buang waktu.  Sekarang giliranmu.” Ia mengangkat kapaknya dan menerjang Ririn.

Ririn menjerit sambil termundur sampai tiba-tiba sesuatu melesat ke depannya dan menangkis kapak itu.  Ririn dengan takut-takut membuka matanya dan mendapati seseorang dengan kendogi dan hakama menahan kapak berat itu dengan sebuah katana.  Wajah orang di depannya itu memakai topeng berwajah seram.

“Kau….” orang itu menarik mundur serangannya dan mencengkeram erat kapaknya.

“Dia bukan lawanmu, tapi aku adalah lawanmu yang sebenarnya.” Orang itu membuka topengnya dan menunjukkan wajahnya.

“Sungmin.” Pekik Ririn terkejut.

“Cepat lari dan hubungi polisi!” sergahnya.

“Tapi…”

“Cepat!” bentak Sungmin.  Ririn terkejut mendengar bentakan itu dan ia cepat-cepat berlari.

“Sudah mulai bertindak, eh?”

“Aku harus menghentikanmu sebelum banyak jatuh korban.” Sungmin membuka sarung katana yang berukir itu dan menjatuhkannya.  “Ayo kita mulai!”

*SCREAM*

Bruk!

“Ririn?” Siwon berseru senang.  “Syukurlah!” ia memeluk Ririn.

“Siwon, cepat!” dengan nafas terengah-engah Ririn menarik jaket pria itu.

“Hei, apa yang terjadi?  Tenanglah!” Siwon berusaha menenangkannya.

“Dia… pembunuh itu ada di sana.  Sungmin sedang melawannya.”

“Apa?”

“Di mana?” sebuah suara menginterupsi keterkejutan Siwon.

“Aya?” Ririn menatap Aya yang muncul bersama Kibum.

“Di mana mereka?” gadis itu mencengkeram erat katana-nya.

Siwon menatap gadis itu dan gadis itu mengangguk.  Aya lalu menatap Kibum dan mengangguk.  Mengerti isyarat dari Aya, Kibum mengangkat ponsel ke telinganya untuk menelepon seseorang.  Mereka lalu cepat-cepat menuju tempat kejadian dimana Sungmin sudah kewalahan.  Aya maju ke depan melewati Sungmin yang berlutut sambil terengah-engah.

“Aku sudah menunggumu.” Orang itu mengangkat kapak besarnya dan tertawa.

“Aya, mundur!” bentak Sungmin.

“Diamlah!” balas Aya keras.  “Aku yang memulainya sudah seharusnya aku mengakhiri ini.”

“Hahahaha… sok bijak sekali kau.” Ledek orang itu.

Aya memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya.  “Seharusnya, kau membunuhku saja daripada membuang-buang waktu untuk membunuh teman-temanku yang lainnya.”

“Cih… semudah itu kah?  Aku sengaja melakukan itu untuk membuatmu merasa kehilangan, seperti aku yang kehilangan Soonkyu.”

“Apa… siapa kau?” Ririn yang mendengar itu terkejut.

“Jika kau tahu kau akan sangat terkejut Ririn.”

Ririn menggigit bibirnya sedangkan Siwon menggenggam tangannya.  Ia sudah tahu siapa orang yang berada di balik topeng setelah pembicaraan panjang lebar di rumah sakit tadi dengan Sungmin.

“Alasan yang menjijikkan.” Decihnya merendahkan. “Ayo lawan aku,” ia melepas sarung katana yang mirip dengan milik Sungmin dan menghempaskannya ke tanah.  Dan katana itu berkilau.  “Kim Heechul.”

Orang di balik topeng itu tertawa keras.  Ririn terkejut bukan main, sedangkan Sungmin dan Siwon yang sudah mengetahuinya sejak awal hanya memasang tampang waspada.  Kim Heechul membuka topeng ghost face-nya dan menyeringai memandang wajah datar Aya.

Heechul menerjang Aya dan siap mengayunkan kapaknya.  Aya dengan cepat menyingkir dan berusaha menangkis kapak itu dengan kapak itu dengan katananya.  Heechul termundur dan bersiap lagi menyerang, dan terjadilah dentingan katana beradu kayu dan kapak yang terbuat dari besi terdengar.

Terlihat Heechul terengah-engah sambil memgangi kapaknya.  Begitupun Aya yang sudah keluar keringat dingin.  Luka akibat kecelakaan belum juga sembuh dan itu sungguh menghambat gerakannya sedari tadi.

“Heechul Oppa,” suara Ririn menginterupsi jeda pertarungan.  “dendam tak akan membuatmu lebih baik.”

“Diam!  Ini bukan urusanmu!” bentak Heechul.

“Jika Oppa begini, Soonkyu tak akan senang.” Bentak Ririn dengan mata berkaca-kaca.  “Soonkyu pasti tak akan bisa tidur dengan tenang.”

“Kau…” geram Heechul sambil menarik kapaknya.  “yang tidak tahu apa-apa lebih baik diam saja!” Heechul menerjang Ririn.  Siwon yang berada di samping gadis itu menarik gadis itu mundur dan Aya dengan sekali lompat menghantam kepala Heechul keras dengan kakinya.  Sungmin yang sudah pulih tak bisa diam saja.  Ia beranjak dan menyingkirkan kapak itu dari Heechul dan mengacungkan katananya pada pria yang terbaring di tanah itu.

“Menyerahlah!”

Dan saat itu polisi berdatangan.  Jungsoo dan Yunho dengan cepat menangkap Heechul dan mengamankannya sampai semua tamu pesta bedatangan menonton untuk melihat keributan yang terjadi.  Aya yang menyaksikan itu hanya diam saja.  Ia tak menyangka itu semua telah berakhir.  Ririn menepuk pundak gadis itu dan tersenyum.  Aya mengangguk sambil balas tersenyum.  Ririn pun pergi setelah melihat raut kesakitan Siwon dan memaksa pria itu untuk kembali ke rumah sakit dan diberondongi pertanyaan oleh Eunhyuk dan Donghae yang mengekorinya.

Aya yang menyadari dirinya sudah sangat kelelahan ambruk.  Sungmin dengan cepat meraih tubuh gadis itu dan ikut berlutut. “Aya!” panggill Sungmin.

“Terima kasih, Aniiki.” Bisiknya dengan senyum lemah.

“Jangan menyebutku seperti itu.” Balas Sungmin.  “Karena sampai kapanpun aku tak akan pernah menganggapmu sebagai adik.”

Aya tersenyum. “Sedosa itukah aku?”

Sungmin lagi-lagi menggeleng.  “Bukan.  Aku tak akan pernah bisa menganggap gadis yang kucintai sebagai adikku.  Tak akan pernah bisa.” Balas Sungmin.

“Arigatou, Sungmin.” Balasnya dan kemudian gadis itu pun ambruk.

*SCREAM*

“Kau baik-baik saja?” tanya Ririn dengan raut wajah cemas.

“Selalu baik asal kau ada di sini.” Ucap pria itu sambil menggenggam tangan Ririn.  Mendengar itu seketika wajah Ririn memerah.  “Ah, kau memakainya.”

Ririn menarik tangannya, tapi Siwon mencegah gadis itu.

“Jika dugaanku benar kau…”

Ririn menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajahnya yang merah dari Siwon.  “Aku… itu…” suara Ririn terhenti saat pria itu tiba-tiba memeluknya.

“Terima kasih.”

Ririn terdiam beberapa saat untuk menenangkan dirinya sendiri dan dengan perlahan ia balas memeluk Siwon.  Lama mereka seperti itu sampai Ririn harus menegakkan tubuhnya agar Siwon melepaskannya.

“Ririn,”

“Hm?”

“Aku sangat bahagia.”

Ririn tak menjawab ia hanya terdiam dan tiba-tiba Siwon mendekatkan wajahnya sampai jarak diantara keduanya tak ada.  Dan kegiatan mereka diinterupsi oleh suara pintu yang menjeblak terbuka dan teriakan seorang pria.

“CHOI SIWON!  APA YANG KAU LAKUKAN PADA ADIKKU?”

Oh tidak.  Siwon sepertinya lupa ia harus meminta izin pada siapa jika ia ingin menikahi Ririn.

*SCREAM*

Semua mulai berjalan normal.  Ririn, Aya, Donghae dan Eunhyuk lulus dengan nilai yang memuaskan dan masuk di Universitas yang sama.  Terlebih lagi hal yang membuat Ririn bahagia adalah ia bisa bersama-sama dengan Aya.  Kemana-mana mereka selalu bersama-sama dengan Eunhyuk, Donghae dan Kibum.

“Hei, bagaimana hubunganmu dengan Kibum?” tanya Ririn sambil berbisik mengingat ketiga pemuda itu tengah ribut main game sedangkan ia dan Aya ada di dapur menyiapkan minuman dan snack untuk mereka.

Mendengar pertanyaan Ririn, Aya tertawa.  “Tidak ada apa-apa.  Aku hanya berteman saja dengannya.”

“Benarkah?”

“Hn.” Aya mengangguk yakin. Karena ia kini menunggu pria itu pulang dari Amerika.  Ya, sejak hari itu ia diam-diam berhubungan dengan Sungmin.  Ia tahu ini salah tapi entah mengapa itu menjadi tantangan tersendiri untuknya.  “Hei, bagaimana dengan calon suamimu itu?”

“Eh?” wajah Ririn memerah.

“Apa saja yang sudah dia lakukan padamu?” Aya balik menggoda Ririn.

“Ti… tidak…”

“Yang benaar?”

“Aya, berhenti menggodaku!”

Aya menggeleng sambil tertawa.  “Setidaknya dari semua kejadian ini kita bisa mengambil pelajarannya.” Ujarnya berubah serius.

Ririn mengangguk.  “Kau masih sering menginap di rumah Soonkyu?”

“Ya, hanya setiap akhir pekan.  Aku kadang tak tega membiarkan wanita itu sendiri di rumah. Dan, kadang Sungmin ada di sana.” Ujarnya sambil tersenyum penuh arti.

“Begitu?”

“Ya.” Aya mengambil cangkir yang terisi teh dan meminumnya.

“Aku senang semuanya sudah berakhir.  Tapi, aku masih bertanya-tanya bagaimana kau tahu dia adalah Heechul Oppa?”

Aya menatapnya datar lalu kembali meneguk tehnya.  “Sebenarnya aku mencurigai Sungmin saat itu karena ia adalah kakak kandung Soonkyu.  Bisa saja dia masuk ke dalam kehidupanku karena ingin balas dendam.  Tapi, sebelum kecelakaan itu terjadi orang tua kami sudah menikah dan dia masuk lebih dulu ke dalam kehidupanku.

“Terlebih lagi saat akan pergi, aku mendapat jam saku yang didalamnya terdapat foto Soonkyu dan Heechul.  Lalu ayah tiriku mulai menceritakan bahwa Heechul adalah tunangan Soonkyu.  Begitulah yang aku tahu dan… “ Aya menimbang-nimbang apakah ia harus menceritakannya pada Ririn atau tidak.

“Dan?” Ririn menunggu.

“Katanya Sungmin tak akan bisa melakukan itu karena dari awal ia tak pernah menganggapku sebaagai adiknya.”

“Heh?  Separah itu kah?”

Aya tersenyum.  “Karena Sungmin mencintaiku sebagai seorang gadis.”

Mata Ririn terbelalak.  Sedetik kemudian ia tersenyum.  “Baguslah.”  Gumamnya.  “Setidaknya tak kan ada jeritan lagi.”

“Ya, tak akan ada jeritan lagi.”

FIN

4th SCREAM

CREDIT: SCREAM

Siwon sudah menyuruh orang-orang itu mengangkut Rinhyo dan membawanya ke rumah sakit untuk di otopsi.  Ia melihat beberapa bercak darah di cermin dan darah yang sudah nyaris mengering di lantai kamar mandi.  Ia menggelengkan kepalanya tak percaya.  Siapa orang keji yang tega melakukan ini pada gadis sebaik Rinhyo?

Baca lebih lanjut

2nd SCREAM

WARNING!

NC-17 untuk pembunuhan, and WARNING!!! TYPO bertebaran di mana-mana.

CREDIT: SCREAM, FEAR STREET, AND ETC.

Melihat punggung gadis itu berlari ke arah pintu depan rumahnya, Siwon dengan cepat tancap gas dan pergi dari tempat itu.  Pikirannya kacau.  Perasaan kesal, marah, kecewa dan ditolak bercampur di dalam dirinya dan membuat dia membanting stir ke arah taman yang tadi dan menginjak rem dalam-dalam  lalu memukul kemudi dengan gusar.  Ia tahu Ririn diam saja, bahkan gadis itu tidak melawan.  Tapi, ia benar-benar merasa di tolak saat Ririn hanya diam dan tidak membalasnya.

Pria itu menangkupkan kedua tangannya di stir mobil dan menyembunyikan kepalanya dilengannya.  Baru kali ini ia merasa di tolak.  Terlebih lagi oleh murid SMU biasa seperti Ririn.  Ia terus saja membenamkan kepalanya di sana.  Seakan-akan jika dia mengangkat kepalanya, maka ia akan kembali teringat dengan kejadian tadi.  Dan itu terus berlangsung selama dua puluh menit ke depan.

*SCREAM*

Setelah turun dari mobil Choi Siwon, Ririn berlari.  Membanting pintu kamarnya dan masuk ke dalam kamar mandi.  Ririn dengan marah mengucurkan keran dan membasuh wajahnya dengan air.  Sesekali ia menggosok wajahnya dengan keras hingga memerah.

Perlahan ia pun mengangkat wajahnya dan menatap bayangan dirinya di cermin.  Ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri.  Kenapa ia hanya diam saja.  Marah pada dirinya sendiri, Ririn mengambil handuk dan menyeka air yang menetes dari wajahnya.  Lalu, berlari ke kamarnya dan membanting tubuhnya di atas kasur dan menangis.

*SCREAM*

Seperti biasa pula, Ririn kembali ke sekolah dengan wajah murungnya.  Ia benci dengan tatapan teman-teman sekolahnya yang terkesan ingin tahu.  Kematian sahabatnya itu memang benar-benar  tak ingin di ingatnya.  Baru saja berbelok di tikungan, ia nyaris bertabrakan dengan  Rinhyo.

“Oh hai.” Sapanya.

“Hai…” Rinhyo membalas dengan canggung.  Keheningan muncul dan merayap di tengah kedua gadis yang sudah lama tak bersenda gurau dan bersama-sama. Lagi-lagi mereka saling tatap dalam diam.  Bingung untuk mengatakan sesuatu.

“Eh…”  Terdengar suara batukan kecil saat Rinhyo akan mengatakan sesuatu.  Mereka menoleh pada seorang gadis yang tengah berdiri dengan wajah angkuhnya.  “Eh, aku permisi.” Ucap Rinhyo buru-buru.

“Aya.” Gumam Ririn.

“Hn?” gadis itu menatapnya dengan pandangan tanya, namun tetap tak berkurang sedikit pun kesan angkuh yang melekat dalam dirinya dua tahun terakhir ini.

“Tidak ada.” Jawab Ririn dingin.

“Lalu, mengapa kau tetap berdiri di sini?”

“Terserahku aku mau berdiri di mana pun.” Balas Ririn.

“Cih!” gadis itu berbalik meninggalkan Ririn.  Ririn masih tetap berdiri di sanas dengan perasaan sedih, marah dan kecewa diperlakukan seperti itu oleh gadis berdarah Jepang itu.

*SCREAM*

“Jungsoo, aku ingin bertanya sesuatu tentang Ririn.” Saat mendengar itu Jungsoo yang baru saja meneguk kopinya langsung memberikan tatapan membunuh pada Siwon, tapi memang dasar Playboy, tetap saja deathglare itu tidak mempan untuknya.

Dengan santainya Choi Siwon mengangkat gelas kopinya seakan mengajak bersulang dan menjawab santai, “Bukan itu yang mau aku tanyakan.” Ucapnya.  “Aku dengar dari Yunho, adikmu pernah berurusan dengan polisi.”

“Ya.” Jawab Jungsoo seraya menerawang ke masa dua tahun yang lalu.

“Lalu?  Apa yang terjadi?” tanya Siwon sambil membaca tujuh data dari remaja yang saat itu berusia enam belas tahun.

“Saat itu Ririn dan teman-temannya pergi berlibur ke sebuah pegunungan.  Dan, saat itu terjadi sebuah kecelakaan.”

“Kecelakaan?”

“Ya.  Mobil yang mereka kendarai menabrak mobil lain sehingga mobil itu terjungkir balik masuk ke jurang dan pengemudi di dalamnya tewas.” Jelas Jungsoo.

“Begitu?”

“Ya.  Dan keluarga korban sempat menuntut adikku dan teman-temannya.  Tapi, karena mereka masih berusia sekitar enam belas hingga delapan belas, polisi menganggap itu sebagai kenakalan remaja.”

“Jadi, kau pikir kecelakaan dua tahun lalu itu berhubungan dengan kasus pembunuhan akhir-akhir ini?” tanya Siwon.

“Ya.” Jungsoo mendesah nafas lelah.  “Dari tujuh data yang ada ditanganmu, tiga orang mati terbunuh dalam waktu dekat ini.”

“Apa?”

Jungsoo menunjuk map itu.  “Hankyung, Han Seoyoung dan Lee Hongki.”

“Jadi ada korban sebelum kematian kedua kakak beradik ini?”

“Tepat.  Lee Hongki terbunuh di kamarnya seminggu sebelum Han bersaudara tewas.” Ujar Jungsoo.

“Begitu?  Menarik.” Tanggapnya.  Mereka terdiam dalam keheningan.  “Jungsoo.”

“Hm?” balas pria itu sambil melonggarkan dasinya.

“Apa kau pikir adikmu akan menjadi salah satu korbannya?” tanyanya.

Mata Jungsoo melebar.  “Semoga saja tidak.  Untuk berjaga-jaga, aku yang menangani kasus ini.” jawabnya mantap.  Siwon menyeringai lebar tanpa diketahui Jungsoo.  Ia menaruh map terbuka itu di atas meja kerja Jungsoo.

“Boleh aku membantumu?”

Jungsoo menyipitkan matanya dan menatap Siwon dengan pandangan curiga.  “Jika kau membantuku untuk mendapatkan adikku, lebih baik tidak usah!” geram Jungsoo.

“Tenang saja, aku akan berusaha sekuat tenaga.” Ucapnya sambil menyeringai.

“APAAAAA?” Jungsoo membanting gelas kopinya di atas map terbuka itu, hingga isinya bermuncratan di atas permukaan meja dan mengotori map yang terbuka itu.

“Ya!!  Kau mengotori berkas penting.” Siwon menyingkirkan berkas-berkas itu dan mencoba membersihkannya dari noda kopi sebisanya.

“Mati aku!” gerutu Jungsooo sambil mengambil kertas penghisap tinta dan ikut membersihkan kertas itu.  Kertas dengan foto seorang pemuda remaja yang kurus, dengan nama Cho Kyuhyun.

*SCREAM*

Kyuhyun yang baru saja mengerjakan tugas sekolah di perpustakaan membereskan buku-bukunya yang berserakan di atas meja.  Suasana bulan Januari yang dingin masih melekat kuat.  Merapatkan mantelnya, ia menarik tasnya dan melangkah untuk pulang.  Sekilas, pemuda itu melirik ke arah jendela yang sudah menunjukkan langit malam yang gelap.  Dengan cepat, ia pun mempercepat langkahnya.

SREEEK!

Suara gesekan besi dengan lantai membuat Kyuhyun mengernyit.  Suara bising itu benar-benar mengganggu.  Dengan enggan pemuda itu pun menoleh ke belakang.  Dengan perasaan merinding ia berbalik.  Mengetahui tak ada satu pun yang dilihat, Kyuhyun kembali melangkahkan kakinya hingga tiba-tiba suara nyaring itu terdengar lagi.  Dan kali ini suara itu lebih keras.

Kyuhyun kembali berbalik hingga tiba-tiba diujung lorong, berdirilah seseorang dengan topeng Ghost face, menyeret kapak ke arahnya.  Kyuhyun merasakan jantungnya berdetak cepat tak karuan, seluruh tubuhnya gemetaran, hingga keringat mengucur deras di pelipisnya.

Menyadari dirinya sedang dalam bahaya, Kyuhyun berlari menelusuri lorong-lorong dengan di kejar orang gila yang membawa kapak itu.  Kyuhyun terus saja berlari-lari hingga ketika ia berbelok, kakinya seperti tersandung sesuatu.  Tubuh jangkungnya terjerembab di lantai yang dingin itu.

Dengan kepala yang rasanya seperti berputar dan sebagian tubuh yang sakit, Kyuhyun mencoba bangkit dari jatuhnya.  Dilihtanya sebuah tali yang diikat di masing-masing meja di sisi lorong melintang di lorong kelas untuk menjebaknya.  Dengan cepat Kyuhyun pun bangkit.  Namun, tiba-tiba sesuatu yang tajam menancap di pahanya.

“AAAARGH!!!” Kyuhyun berteriak kesakita.

“Hahahahaha…. Cho Kyuhyun, senang bertemu denganmu.” Suara berat seorang pria itu bersumber dari seseorang yang berlutut di depannya dengan jubah dan topeng Ghost face menutupi wajahnya, ia menancapkan pisau ke paha kanan Kyuhyun.

“Si… siapa kau?” bentak Kyuhyun sambil menahan sakit.

Lagi-lagi orang itu tertawa.  Seakan-akan menertawakan pertanyaan Kyuhyun yang dirasanya sangat konyol.  “Tidak perlu tahu.  Tapi, jika kau sudah di ujung maut, akan kuberi tahu kau.”

Dan dengan cepat orang itu bangkit dan mengambil tali yang membuat Kyuhyun tersandung, lalu melilitkannya di sekitar leher Kyuhyun dan mengeluarkan tali–tali lain dari jubahnya dan mengikat kedua tangan dan kaki pria itu.  “Sudah siap?” tanya pria itu dengan nada bodoh.

“Ugh!” Kyuhyun berusaha melepaskan tali itu dari lehernya.  “Mau…. Apa…. kau?”

“Kita berjalan-jalan sejenak.  Hahahaha…” dan orang itu, dengan santainya menarik tali itu dan menyeret Kyuhyun yang tengah berusaha melepaskan tali-tali itu dari lehernya.  “Lalalalala….” Sambil bernyanyi riang, orang itu menarik Kyuhyun yang mulai kehabisan nafas.

“To… tolooong!” Kyuhyun berusaha berteriak untuk meminta pertolongan.

“Hahahaha…berteriaklah.” Orang itu lagi-lagi bernyanyi riang.

Setelah perjalanan panjang mereka, orang itu menarik Kyuhyun dan menyeretnya ke depan oven.  Dan Kyuhyun tahu benar, tempat apa ini.  dan sepertinya kita benar-benar akan menyaksikan Kyuhyun di masak untuk sarapan murid esok pagi.

*SCREAM*

Kyuhyun masih saja meronta-ronta dengan sekuat tenaga saat sebuah pisau perak mendekati lehernya dan memotong tali yang melilit dilehernya hingga menggores kulit lehernya dan menyeluarkan darah.  Orang itu masih saja tertawa-tawa melihat darah Kyuhyun yang keluar deras dari lehernya.

“Hahahaha… kau lebih suka yang mana?” tanyanya sambil mengusap darah yang ada di pisau itu.  Kyuhyun menatap orang itu ketakutan.  “Kaki?” orang itu menusuk paha sebelah kiri Kyuhyun, lalu mencabutnya.  “tangan?” ialalu memotong urat nadi di pergelangan tangan Kyuhyun.  Dan menampung darahnya di sebuah panci.

“AAAAAAAAARGHHHH!!!”

“Atau lebih baik pakai seleraku saja.” Ucap orang itu sambil tertawa-tawa.  “Aku lebih suka mata!” dan dengan gerakan cepat, ia menusuk mata kanan Kyuhyun.

“AAAAAAAAARGHHH!!!! TIDAAAAAAAK!” teriakan itu tidak mengurungkan niat orang itu untuk terus menusuk bagian tubuh Kyuhyun yang lain.  Tubuh Kyuhyun sudah melemah.  Perlahan-lahan tubuhnya menjadi dingin dan mati rasa.  Tapi, ia masih bisa merasakan pisau itu menusuk pergelangan tangannya lagi.

“Hahahaha… jika darahmnu ku rebus pasti akan harum sekali baunya.” Ucap orang itu.  Setelah mendapatkan banyak darah, ia lalu menyalakan api dan menaruh panci di atasnya.  Lalu menghampiri Kyuhyun yang terbaring lemas dengan terikat.

“Kyuhyun-ah, sesuai janjimu, aku akan memperlihatkan wajahku.” Ucap orang itu.  Ia membuka topeng Ghost face itu dan menatap Kyuhyun.  Kyuhyun memicingkan matanya menatap orang itu.  Dan matanya terbelalak saat melihat senyum orang itu.

“Selamat tinggal.”

CHRASSSSH!!!

Satu tusukan.

Mengakhiri satu kehidupan.

“Selamat jalan Kyuhyun-ah.”

*SCREAM*

Kim Sung Ryung.  Wanita berumur empat puluh tiga tahun itu merapatkan mantelnya dan berjalan cepat-cepat menuju dapur sekolah.  Choi Soo Eun yang sama-sama bekerja dengannya mengikutinya dengan langkah terburu-buru.

“Ya Tuhan, kenapa aku bisa terlambat seperti ini.” gumamnya sambil meremas tasnya.  “Untung saja kau meneleponku.”

“Tidak apa-apa Nyonya, aku juga kebetulan terlambat.  Seharusnya dari pukul lima aku di sini.” Balas Soo Eun, wanita berumur dua puluh lima tahun itu.  Sekali-sekali ia menatap jam yang melingkari pergelangan tangannya yang kini menunjukkan pukul 5.25.

Dengan cepat-cepat keduanya menuju pintu dapur untuk mulai memasak.  Jika tidak, mungkin anak-anak yang ingin sarapan di sekolah protes karena mereka harus menunggu lama. Sung Ryung membuka pintu itu dan berhenti tiba-tiba. Soo Eun yang berada dibelakangnya, nyaris menabrak wanita itu.

“Nyonya, ada apa?” tanyanya.

“Soo Eun…” bisiknya dengan suara bergetar.  “Lihatlah!” tunjuknya pada lantai yang kini ternoda oleh cairan berwarna merah pekat.  Dengan perlahan, kedua wanita itu menelusuri jejak-jejak darah yang tercecer itu.

Dan menemukan panci yang cairan di dalamnya sudah mendidih.  Cairan pekat itu menggelegak dengan bau yang benar-benar sulit dikatakan.  Dan tiba-tiba, pintu oven yang berada di bawah kompor, terbuka dan menampakan seorang pemuda remaja sedang meringkuk dengan belumuran darah.

“KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!” jerit kedua wanita itu.

To be continue….

Note: JANGAN DITIRU!!!

INI ADALAH IMAJINASI GILA-NYA AUTHOR!  MOHON JANGAN DITIRU!!!

Dan dua wanita terakhir, kalo yang pernah nonton You’re beautiful-nya Park Shinhye, pasti tau dong siapa dua wanita di akhir.  Yah, wanita 43 tahun itu adalah yang berperan jadi Mo Hwaran di drama itu dan juga Kordinator Wang.  Wkwkwkw…. Kenapa pilih mereka?  Karna aku suka banget ama mereka. Hihihi…